Minggu, 25 Desember 2011



PERSPEKTIF MAHASISWA TERHADAP PENERAPAN ASURANSI SYARIAH MAHASISWA
Oleh : Wagista Yulianto




Berikut akan dipaparkan jumlah dan perspektif mahasiswa terhadap penerapan Asuransi Syariah di STAIN Jurai Siwo Metro yang diambil dari sampel.

Tabel 1.


Dari data tabel tersebut dapat diketahui bahwa mayoritas Mahasiswa yakni sebesar 91% menyatakan pentingnya asuransi bagi mahasiswa, baik berwujud asuransi konvensional maupun asuransi syariah. Terhadap penilaian ini, terdapat pula yang sudah mengetahui asuransi dan mekanismenya. Sehingga narasumber beranggapan bahwa asuransi memang penting bagi mahasiswa untuk mengantisipasi maupun mengurangi dampak resiko yang akan muncul ketika mahasiswa yang bersangkutan mengalami musibah, mulai dari kecelakan ringan hingga meninggal dunia.[1] Sedangkan yang menganggap kurang penting sebanyak 8% dan tidak penting sebesar 1%. Hal ini dapat dipicu dari kurangnya pemahaman mahasiswa yang menyeluruh terhadap asuransi. Sehingga ada mahasiswa yang beranggapan bahwa akan cenderung merugi ikut asuransi. Selain karena berupa nilai premi yang tidak terjangkau, adanya kekhawatiran juga akan sukarnya klaim asuransi ketika peserta mengalami musibah.[2]


Tabel 2.

Tidak jauh berbeda dengan tabel 1, tabel 2 menghadirkan persentase atas perspektif mahasiswa terhadap kemungkinan diterapkannya asuransi syariah di STAIN Jurai Siwo Metro. Mayoritas mahasiswa menyatakan setuju. Hal ini nampak dari 92% responden yang menjawab setuju. Sedangkan jumlah responden yang kurang setuju sebesar 6% dan yang tidak setuju sebesar 2%. Namun sebagian besar mahasiswa tetap merasa perlu diadakannya sosialisasi terlebih dahulu sebelum asuransi syariah diterapkan. Bahkan beberapa mahasiswa jurusan syariah merasa perlu diadakannya sosialisasi asuransi syariah dari dasar terhadap mahasiswa. Khususnya mengenai prinsip, mekanisme dan manfaat asuransi syariah. [3] Karena beranggapan bahwa tidak semua mahasiswa mengetahui tentang asuransi, terlebih asuransi syariah. Tambahan pula, khususnya mahasiswa prodi tarbiyah. Mengingat prodi ini tidak ada pengenalan sebelumnya di perkuliahan baik dalam bentuk mata kuliah tersendiri maupun bentuk seminar, workshop dan agenda-agenda lain yang berhubungan dengan asuransi.

Tabel 3.


Dari data tabel tersebut dapat diketahui bahwa 92% menyatakan setuju jika STAIN Jurai Siwo Metro mendirikan lembaga baru untuk mengelola asuransi bagi mahasiswa dengan menerapkan konsep asuransi syariah. Tentunya tiap mahasiswa memiliki pertimbangan masing-masing mengenai pilihannya ini. Namun berdasarkan wawancara semi terstruktur yang peneliti lakukan terhadap beberapa responden, dapat diketahui beberapa alasan yang melatarbelakangi pilihan mensetujui pendirian asuransi syariah di STAIN, yakni :
1.       Kalau menggunakan sistem kerja sama dengan pihak asuransi luar, dikhawatirkan pihak asuransi tersebut tidak mampu memahami keinginan dan kebutuhan peserta asuransi di STAIN. Sehingga kalau dengan mendirikan sendiri lembaga dengan konsep asuransi, kita dapat mengerti dan menyesuaikan kebutuhan pihak STAIN.[4]
2.       Adanya kekhawatiran pihak asuransi luar cenderung akan susah dalam proses pengajuan klaim jika peserta (mahasiswa) mengalami musibah. Sehingga justru akan semakin menyulitkan mahasiswa.[5]
3.       Adanya pertimbangan nilai premi yang terlampau tinggi bagi mahasiswa STAIN jika menggunakan asuransi dari luar. Karena mayoritas asuransi umum menerapkan nilai premi diatas Rp100.000/bulan.[6]
Berbeda dengan berbagai pernyataan di atas. Ada beberapa mahasiswa yang kurang setuju bahkan menolak, yakni sebesar 6% dan 2%. Adapun beberapa alasan mahasiswa adalah sebagai berikut :
  1. Kepercayaan mahasiswa yang cenderung sensitif terhadap STAIN. Mengingat STAIN Jurai Siwo Metro merupakan salah satu PTAIN. Sehingga persepsi mahasiswa cenderung menganggap biaya kuliah di STAIN murah. Tidak ada tambahan-tambahan biaya seperti layaknya di perguruan tinggi lain. Kalaupun ada, menjadi tanggungan pemerintah. Termasuk biaya premi asuransi. Jadi sebaiknya untuk tahap awal kerja sama dengan pihak asuransi syariah yang memang sudah memiliki ”brand atau nama” di tingkat Nasional. Ketika pemahaman dan penerimaan mahasiswa terhadap asuransi mulai meningkat, barulah dapat dilaksanakan pengelolaan asuransi secara mandiri.[7]
  2. Tergantung dari integritas, profesionalitas dan kapabilitas pengelolaan asuransi syariah itu sendiri. Jika memang kedepannya, pihak STAIN belum mampu mengelola asuransi syariah maupun lembaga baru tersebut, lebih baik pengelolaannya diserahkan ke pihak ketiga atau asuransi syariah nasional.[8]
  3. Jikalau STAIN mendirikan lembaga baru berkonsep asuransi syariah, perlu juga dipikirkan legalitas atau payung hukum dari lembaga tersebut. Karena menyangkut jaminan keamanaan atas uang yang dikelola. Hal ini berbeda jika pihak luar yang telah memiliki badan hukum yang mengelola asuransi mahasiswa. Oleh karena itu, keadaan ini akan berdampak pada waktu dan proses penerimaan mahasiswa yang cenderung lama jika berbentuk lembaga baru STAIN.[9]


Tabel 4.

Pada tabel 4, dapat diketahui bahwa sebesar 84% mahasiswa memilih tipe asuransi yang mengandung unsur tabungan. Karena pertimbangan feed back dan kelebihan yang didapat peserta dibandingkan dengan tipe asurabsi hanya unsur tabarru. Karena jika menggunakan pola tabungan, maka peserta (selain mendapatkan dana santunan jika mengalami musibah) juga akan mendapatkan kembali uang tabungan dan bagi hasil dari pengelolaan dana tabungan. Kelebihan lainnya, pola tabungan inilah yang sebenarnya menjadi salah satu pembeda antara asuransi syariah dengan asuransi konvensional. Jika pada asuransi konvensional, dana premi yang disetorkan peserta menjadi milik perusahaan asuransi.


Tabel 5.

Berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya yang digambarkan dalam bentuk persentase dan diagram. Pada tabel 5, responden nampak sedikit terbagi pilihannya. Hal ini terlihat cukup besar persentase mahasiswa yang memilih nilai premi di angka Rp 60.000/semester dan Rp 30.000/semester. Adapun yang memilih Rp 60.000/semester sebanyak 30%. Sedangkan mayoritas mahasiswa, tepatnya 67% memilih nilai premi yang lebih rendah yakni sebesar Rp 30.000/semester. Dengan kata lain, jika dihitung nilai premi per bulan maka Rp 60.000/semester sama artinya dengan Rp 10.000/bulan X 6 bulan dalam 1 semester. Sedangkan Rp 30.000/semester, sama nilainya dengan Rp 5.000/bulan. Nilai ini sudah termasuk dana tabarru.
Adapun besaran dana tabaru yang dapat diterapkan dapat dihubungkan dengan tabel 6, yakni antara Rp 18.000 – Rp 30.000/semester. Tentunya, nilai dana tabaru Rp 30.000 diperuntukan untuk nilai premi (dengan unsur tabungan) berkisar antara Rp 60.000 – Rp 90.000/semester.




Tabel 6.

Tidak jauh berbeda dengan analisis tabel sebelumnya, tabel 6 menghadirkan persentase atas perspektif mahasiswa terhadap besaran premi dana tabarru yang dapat diterapkan untuk mahasiswa STAIN Jurai Siwo Metro. Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa mayoritas mahasiswa memilih nilai dana tabarru yang terkecil diantara yang lain, yakni sebesar 66% memilih Rp 18.000/semester. Sedangkan sisanya, sejumlah 21% memilih Rp 30.000/semester dan 13% memilih Rp 24.000/semester.
Nilai dana tabarru pada tabel 6 dapat dihubungkan dengan nilai premi asuransi pada tabel 5, yakni :
  1. Nilai dana tabarru yang telah menjadi satu dengan nilai premi pada tabel 5.
Jika mayoritas mahasiswa memilih nilai premi (tabungan + dana tabarru) sebesar Rp 30.000/semester, dan nilai tabarru sebesar Rp 18.000/semester.
Maka nilai tabungan sesungguhnya sebesar :


Nilai tabungan = (Nilai tabungan + tabarru) – (nilai tabarru)
                          = (Rp 30.000) -  (Rp 18.000)
                          = Rp 12.000/ semester
 




  1. Penggabungan nilai dana tabarru dan nilai premi pada tabel 5.
Pada model ini, diasumsikan nilai premi yang disepakati sebesar Rp 30.000/semester merupakan nilai tabungan pada asuransi. Sedangkan nilai dana tabarru sebesar Rp 18.000/semester dapat digabungkan dengan nilai tabungan tersebut, seperti :


Total Premi                               = (Nilai tabungan) + (nilai tabarru)
                                                = (Rp 30.000) +  (Rp 18.000)
                                                = Rp 48.000/ semester
 




  1. Terpisah antara nilai premi pada tabel 5 dengan nilai dana tabarru pada tabel 6.
Pada model ini, diasumsikan nilai dana tabarru sebesar Rp 18.000/semester merupakan pilihan ketika ditetapkannya tipe asuransi yang tidak mengandung unsur tabungan. Dengan kata lain hanya dana tabarru / kebajikan yang akan disetorkan peserta. Sedangkan nilai premi yang disepakati sebesar Rp 30.000/semester merupakan nilai tabungan dan dana tabarru. Adapun besarnya nilai dana tabarru tersebut ditentukan lebih lanjut oleh pihak asuransi dan peserta hanya berhak mengikuti aturan yang akan ditetapkan.




[1] Merupakan hasil wawancara terhadap beberapa responden, dengan menggunakan teknik sampling purposive sampling. Adapun data diri narasumber sebagaimana terlampir.
[2]
[3] Hasil wawancara terhadap Zulaikha, Jemmy, Renita Citra Sari, Wira Kurniawan, Subekti dan Indah, mahasiswa STAIN Jurai Siwo Metro pada tanggal senin – selasa, 5 & 6 Desember 2011.
[4] Merupakan pernyataan Indah, mahasiswi tarbiyah (PGMI semester VII) STAIN Jurai Siwo Metro pada hari selasa, 6 Desember 2011.
[5] Berdasarkan wawancara dengan Zulaikha, mahasiswi tarbiyah (EI semester V) STAIN Jurai Siwo Metro pada hari selasa, 6 Desember 2011.
[6] Pernyataan jemy, mahasiswa Syariah (D3 PBS semester V) STAIN Jurai Siwo Metro, pada hari senin, 5 Desember 2011
[7] Berdasarkan wawancara dengan Wira Kurniawan, mahasiswa Syariah (AHS semester VII) STAIN Jurai Siwo Metro, pada hari senin, 5 Desember 2011
[8] Op.Cit, jemy
[9] ibid

Tidak ada komentar:

Mengenai wagista

Foto saya
saya adalah anak ke-4 dari 4 bersaudara.