PERSPEKTIF MAHASISWA TERHADAP PENERAPAN ASURANSI SYARIAH MAHASISWA
Oleh : Wagista YuliantoBerikut akan dipaparkan jumlah dan perspektif mahasiswa terhadap penerapan Asuransi Syariah di STAIN Jurai Siwo Metro yang diambil dari sampel.
Tabel 1.

Dari data tabel
tersebut dapat diketahui bahwa mayoritas Mahasiswa yakni sebesar 91% menyatakan
pentingnya asuransi bagi mahasiswa, baik berwujud asuransi konvensional maupun
asuransi syariah. Terhadap penilaian ini, terdapat pula yang sudah mengetahui
asuransi dan mekanismenya. Sehingga narasumber beranggapan bahwa asuransi
memang penting bagi mahasiswa untuk mengantisipasi maupun mengurangi dampak
resiko yang akan muncul ketika mahasiswa yang bersangkutan mengalami musibah,
mulai dari kecelakan ringan hingga meninggal dunia.[1] Sedangkan yang menganggap kurang penting
sebanyak 8% dan tidak penting sebesar 1%. Hal ini dapat dipicu dari kurangnya
pemahaman mahasiswa yang menyeluruh terhadap asuransi. Sehingga ada mahasiswa
yang beranggapan bahwa akan cenderung merugi ikut asuransi. Selain karena
berupa nilai premi yang tidak terjangkau, adanya kekhawatiran juga akan
sukarnya klaim asuransi ketika peserta mengalami musibah.[2]
Tabel 2.

Tidak jauh berbeda dengan tabel 1, tabel 2
menghadirkan persentase atas perspektif mahasiswa terhadap kemungkinan
diterapkannya asuransi syariah di STAIN Jurai Siwo Metro. Mayoritas mahasiswa
menyatakan setuju. Hal ini nampak dari 92% responden yang menjawab setuju.
Sedangkan jumlah responden yang kurang setuju sebesar 6% dan yang tidak setuju
sebesar 2%. Namun sebagian besar mahasiswa tetap merasa perlu diadakannya sosialisasi
terlebih dahulu sebelum asuransi syariah diterapkan. Bahkan beberapa mahasiswa
jurusan syariah merasa perlu diadakannya sosialisasi asuransi syariah dari
dasar terhadap mahasiswa. Khususnya mengenai prinsip, mekanisme dan manfaat
asuransi syariah. [3] Karena beranggapan bahwa
tidak semua mahasiswa mengetahui tentang asuransi, terlebih asuransi syariah.
Tambahan pula, khususnya mahasiswa prodi tarbiyah. Mengingat prodi ini tidak
ada pengenalan sebelumnya di perkuliahan baik dalam bentuk mata kuliah tersendiri
maupun bentuk seminar, workshop dan agenda-agenda lain yang berhubungan dengan
asuransi.
Tabel 3.

Dari data tabel tersebut dapat diketahui bahwa 92%
menyatakan setuju jika STAIN Jurai Siwo Metro mendirikan lembaga baru untuk
mengelola asuransi bagi mahasiswa dengan menerapkan konsep asuransi syariah.
Tentunya tiap mahasiswa memiliki pertimbangan masing-masing mengenai pilihannya
ini. Namun berdasarkan wawancara semi terstruktur yang peneliti lakukan
terhadap beberapa responden, dapat diketahui beberapa alasan yang
melatarbelakangi pilihan mensetujui pendirian asuransi syariah di STAIN, yakni
:
1. Kalau menggunakan sistem kerja sama dengan
pihak asuransi luar, dikhawatirkan pihak asuransi tersebut tidak mampu memahami
keinginan dan kebutuhan peserta asuransi di STAIN. Sehingga kalau dengan
mendirikan sendiri lembaga dengan konsep asuransi, kita dapat mengerti dan
menyesuaikan kebutuhan pihak STAIN.[4]
2. Adanya kekhawatiran pihak asuransi luar
cenderung akan susah dalam proses pengajuan klaim jika peserta (mahasiswa)
mengalami musibah. Sehingga justru akan semakin menyulitkan mahasiswa.[5]
3. Adanya pertimbangan nilai premi yang
terlampau tinggi bagi mahasiswa STAIN jika menggunakan asuransi dari luar.
Karena mayoritas asuransi umum menerapkan nilai premi diatas Rp100.000/bulan.[6]
Berbeda dengan berbagai pernyataan di atas. Ada
beberapa mahasiswa yang kurang setuju bahkan menolak, yakni sebesar 6% dan 2%.
Adapun beberapa alasan mahasiswa adalah sebagai berikut :
- Kepercayaan mahasiswa yang cenderung sensitif terhadap STAIN. Mengingat STAIN Jurai Siwo Metro merupakan salah satu PTAIN. Sehingga persepsi mahasiswa cenderung menganggap biaya kuliah di STAIN murah. Tidak ada tambahan-tambahan biaya seperti layaknya di perguruan tinggi lain. Kalaupun ada, menjadi tanggungan pemerintah. Termasuk biaya premi asuransi. Jadi sebaiknya untuk tahap awal kerja sama dengan pihak asuransi syariah yang memang sudah memiliki ”brand atau nama” di tingkat Nasional. Ketika pemahaman dan penerimaan mahasiswa terhadap asuransi mulai meningkat, barulah dapat dilaksanakan pengelolaan asuransi secara mandiri.[7]
- Tergantung dari integritas, profesionalitas dan kapabilitas pengelolaan asuransi syariah itu sendiri. Jika memang kedepannya, pihak STAIN belum mampu mengelola asuransi syariah maupun lembaga baru tersebut, lebih baik pengelolaannya diserahkan ke pihak ketiga atau asuransi syariah nasional.[8]
- Jikalau STAIN mendirikan lembaga baru berkonsep asuransi syariah, perlu juga dipikirkan legalitas atau payung hukum dari lembaga tersebut. Karena menyangkut jaminan keamanaan atas uang yang dikelola. Hal ini berbeda jika pihak luar yang telah memiliki badan hukum yang mengelola asuransi mahasiswa. Oleh karena itu, keadaan ini akan berdampak pada waktu dan proses penerimaan mahasiswa yang cenderung lama jika berbentuk lembaga baru STAIN.[9]
Tabel 4.

Pada tabel 4, dapat diketahui bahwa sebesar 84%
mahasiswa memilih tipe asuransi yang mengandung unsur tabungan. Karena
pertimbangan feed back dan kelebihan
yang didapat peserta dibandingkan dengan tipe asurabsi hanya unsur tabarru.
Karena jika menggunakan pola tabungan, maka peserta (selain mendapatkan dana
santunan jika mengalami musibah) juga akan mendapatkan kembali uang tabungan
dan bagi hasil dari pengelolaan dana tabungan. Kelebihan lainnya, pola tabungan
inilah yang sebenarnya menjadi salah satu pembeda antara asuransi syariah
dengan asuransi konvensional. Jika pada asuransi konvensional, dana premi yang
disetorkan peserta menjadi milik perusahaan asuransi.
Tabel 5.

Berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya yang
digambarkan dalam bentuk persentase dan diagram. Pada tabel 5, responden nampak
sedikit terbagi pilihannya. Hal ini terlihat cukup besar persentase mahasiswa
yang memilih nilai premi di angka Rp 60.000/semester dan Rp 30.000/semester. Adapun
yang memilih Rp 60.000/semester sebanyak 30%. Sedangkan mayoritas mahasiswa,
tepatnya 67% memilih nilai premi yang lebih rendah yakni sebesar Rp
30.000/semester. Dengan kata lain, jika dihitung nilai premi per bulan maka Rp
60.000/semester sama artinya dengan Rp 10.000/bulan X 6 bulan dalam 1 semester.
Sedangkan Rp 30.000/semester, sama nilainya dengan Rp 5.000/bulan. Nilai ini
sudah termasuk dana tabarru.
Adapun besaran dana tabaru yang dapat diterapkan
dapat dihubungkan dengan tabel 6, yakni antara Rp 18.000 – Rp 30.000/semester.
Tentunya, nilai dana tabaru Rp 30.000 diperuntukan untuk nilai premi (dengan
unsur tabungan) berkisar antara Rp 60.000 – Rp 90.000/semester.
Tabel 6.

Tidak jauh
berbeda dengan analisis tabel sebelumnya, tabel 6 menghadirkan persentase atas
perspektif mahasiswa terhadap besaran premi dana tabarru yang dapat diterapkan
untuk mahasiswa STAIN Jurai Siwo Metro. Dari hasil penelitian dapat dilihat
bahwa mayoritas mahasiswa memilih nilai dana tabarru yang terkecil diantara
yang lain, yakni sebesar 66% memilih Rp 18.000/semester. Sedangkan sisanya, sejumlah 21% memilih Rp
30.000/semester dan 13% memilih Rp 24.000/semester.
Nilai dana tabarru pada tabel 6 dapat dihubungkan dengan
nilai premi asuransi pada tabel 5, yakni :
- Nilai dana tabarru yang telah menjadi satu dengan nilai premi pada tabel 5.
Jika mayoritas mahasiswa
memilih nilai premi (tabungan + dana tabarru) sebesar Rp 30.000/semester, dan
nilai tabarru sebesar Rp 18.000/semester.
Maka nilai
tabungan sesungguhnya sebesar :
|
- Penggabungan nilai dana tabarru dan nilai premi pada tabel 5.
Pada model ini, diasumsikan
nilai premi yang disepakati sebesar Rp 30.000/semester merupakan nilai tabungan
pada asuransi. Sedangkan nilai dana tabarru sebesar Rp 18.000/semester dapat
digabungkan dengan nilai tabungan tersebut, seperti :
|
- Terpisah antara nilai premi pada tabel 5 dengan nilai dana tabarru pada tabel 6.
Pada model ini, diasumsikan
nilai dana tabarru sebesar Rp 18.000/semester merupakan pilihan ketika
ditetapkannya tipe asuransi yang tidak mengandung unsur tabungan. Dengan kata
lain hanya dana tabarru / kebajikan yang akan disetorkan peserta. Sedangkan nilai
premi yang disepakati sebesar Rp 30.000/semester merupakan nilai tabungan dan
dana tabarru. Adapun besarnya nilai dana tabarru tersebut ditentukan lebih
lanjut oleh pihak asuransi dan peserta hanya berhak mengikuti aturan yang akan
ditetapkan.
[1] Merupakan hasil wawancara terhadap
beberapa responden, dengan menggunakan teknik sampling purposive sampling. Adapun data diri narasumber sebagaimana
terlampir.
[3] Hasil wawancara terhadap Zulaikha, Jemmy,
Renita Citra Sari, Wira Kurniawan, Subekti dan Indah, mahasiswa STAIN Jurai
Siwo Metro pada tanggal senin – selasa, 5 & 6 Desember 2011.
[4] Merupakan pernyataan Indah, mahasiswi
tarbiyah (PGMI semester VII) STAIN Jurai Siwo Metro pada hari selasa, 6
Desember 2011.
[5] Berdasarkan wawancara dengan
Zulaikha, mahasiswi tarbiyah (EI semester V) STAIN Jurai Siwo Metro pada hari
selasa, 6 Desember 2011.
[6] Pernyataan jemy, mahasiswa Syariah (D3
PBS semester V) STAIN Jurai Siwo Metro, pada hari senin, 5 Desember 2011
[7] Berdasarkan wawancara dengan Wira
Kurniawan, mahasiswa Syariah (AHS semester VII) STAIN Jurai Siwo Metro, pada
hari senin, 5 Desember 2011
[8] Op.Cit, jemy
[9] ibid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar